Manajemen - IPB University

PRESS RELEASE VIRTUAL GUEST LECTURE SERIES DINAMIKA PENGUPAHAN UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN UU CIPTA KERJA TAHUN 2020

PRESS RELEASE VIRTUAL GUEST LECTURE SERIES DINAMIKA PENGUPAHAN UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN UU CIPTA KERJA TAHUN 2020

 

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) bekerja sama dengan Himpunan Profesi Centre of Management menyelenggarakan Virtual Guest Lecture Series pada hari Rabu, 18 November 2020 melalui aplikasi Zoom. Kegiatan Virtual Guest Lecture Series ini diikuti oleh 125 peserta.

Virtual Guest Lecture Series kali ini mengusung topik “Dinamika Pengupahan UU No. 13 Tahun 2003 dan UU Cipta Kerja Tahun 2020” yang disampaikan oleh Bapak Robertus Bramantyo selaku Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Acara berlangsung selama 1 jam 30 menit, dimulai pada pukul 13.00 – 14.30 WIB. Kegiatan Virtual Guest Lecture Series terdiri dari pembukaan oleh  moderator, penyampaian materi oleh pembicara, sesi tanya jawab, dan pemberian sertifikat serta karikatur kepada pembicara. Registrasi peserta dimulai pukul 13.15 WIB lalu diakhiri pada pukul  14.30 WIB.

Acara diawali dengan pembukaan oleh Ibu Lindawati Kartika, S.E., M.Si. selaku moderator. Kemudian dilanjutkan dengan memaparkan curriculum vitae (CV) dari pembicara oleh moderator. Lalu, dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Bapak Robertus Bramantyo selaku Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Sesi pemaparan materi dan tanya jawab berlangsung selama 75 menit. Dalam pembahasan mengenai Dinamika Pengupahan UU No. 13 Tahun 2003 dan UU Cipta Kerja Tahun 2020, Bapak Robertus Bramantyo menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja Tahun 2020 dibagi menjadi 4 ruang lingkup, salah satunya yaitu peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja dengan sasaran tenaga kerja yang belum bekerja, pekerja/buruh yang bekerja, dan pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sistematika kluster ketenagakerjaan dan prinsip umum tersebut terdapat dalam Bab IV UU Cipta Kerja. Dalam hal ini terdapat pengubahan, penghapusan, dan penetapan pengaturan baru terhadap beberapa ketentuan yang diatur sebelumnya dalam Undang-Undang. Pada pasal-pasal yang tidak ada perubahan pada UU No.13 Tahun 2003 maka tetap berlaku. Bapak Robertus Bramantyo mengatakan bahwa dalam penyusunan UU Cipta Kerja Tahun 2020 ini telah melewati proses yang cukup panjang dengan pelibatan partisipasi publik. Sebelumnya telah dilakukan beberapa kali forum group discussion dan pembahasan di DPR sebanyak 64 kali yang menghasilkan UU Cipta Kerja Tahun 2020 yang disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 dan ditetapkan serta diundangkan pada tanggal 2 November 2020.

Dalam UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dibagi menjadi 8 sub pokok. Pertama, pada aturan mengenai tenaga kerja asing, di mana UU Cipta Kerja tetap membatasi penggunaan Tenaga Kerja Asing di mana perusahaan yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki RPTKA. Pada sub pokok kedua, mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pada UU Cipta Kerja ini mengatur mengenai pekerja/buruh PKWT berhak atas uang kompensasi PKWT sesuai dengan masa kerja, di mana sebelumnya belum diatur pada UU No.13 Tahun 2003 sehingga dapat menguntungkan pekerja/buruh. Ketiga, pada pembahasan mengenai alih daya, disampaikan bahwa UU Cipta Kerja Tahun 2020 tetap mengatur hubungan kerja dalam alih daya berdasarkan PKWT dan PKWTT. Perusahaan alih daya juga bertanggung jawab terhadap hak-hak yang timbul bagi pekerja yang di PHK. Pada sub pokok keempat mengenai waktu kerja dan waktu istirahat di mana tidak terdapat banyak perubahan dan semua hak cuti yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tetap berlaku karena tidak diubah ataupun dihapus dalam UU Cipta Kerja Tahun 2020. Selain itu, apabila bekerja di waktu libur nasional juga tetap diberikan upah lembur oleh perusahaan.

Pada pembahasan sub pokok kelima mengenai upah minimum, upah minimum Kabupaten/Kota tetap ada dengan catatan harus lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi. Pada prinsipnya UMP wajib ditetapkan sedangkan UMK dapat ditetapkan dengan syarat tertentu dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Selain itu, upah per jam juga akan diformulasikan dengan batasan dan persyaratan tertentu sehingga tidak diberlakukan secara umum bagi semua jenis pekerjaan. Selanjutnya, pembahasan sub pokok keenam mengenai PHK, pesangon dan JKP, disampaikan bahwa UU Cipta Kerja tetap mengatur bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan. Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak, tetapi harus sesuai dengan kesepakatan. Buruh juga mempunyai hak protes, unjuk rasa atau mogok kerja yang sepenuhnya diatur dalam Pasal 137 – 145 UU No. 13 Tahun 2003. Ketujuh, mengenai pengenaan sanki tetap diatur mengacu UU No.13 Tahun 2013, putusan MK dan sinkronisasi dengan peraturan di bidang perizinan. Dan yang terakhir mengenai perizinan di bidang ketenagakerjaan, terdapat 4 perubahan perizinan berusaha yang diubah dengan UU Cipta Kerja dan terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS).

Bapak Robertus Bramantyo juga menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja ini juga memberikan manfaat bagi pekerja, seperti adanya kemudahan RPTKA hanya untuk TKA ahli, pemberian uang kompensasi PKWT sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh, pekerja/buruh pada perusahaan alih daya tetap mendapat perlindungan atas hak-haknya, pekerja/buruh yang mengalami PHK tetap mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai peraturan perundang-undangan, dan masih banyak lagi. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan ini tahapan selanjutnya akan dibentuk 4 RPP, yaitu RPP tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, RPP tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerja, dan waktu istirahat, serta pemutusan hubungan kerja, RPP tentang pengupahan, dan RPP tentang penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan.

Pada saat sesi penyampaian materi, juga diselingi dengan sesi tanya jawab interaktif yang terdiri dari 7 orang penanya. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Bapak Robertus Bramantyo dikemukakan oleh Muhammad Rizky Ramadhan, yaitu “Sebelumnya, pada UU No. 13 Tahun 2003 terdapat formula umum yang memasukkan PDB dan inflasi nasional, kemudian diganti dengan pertumbuhan ekonomi satuan provinsi, kalau di Papua kan pertumbuhan ekonominya minus, untuk itu bagaimana Pak?” yang kemudian dijawab oleh Bapak Robertus Bramantyo bahwa pada prinsipnya banyak UMK yang melebihi dari UMP, sementara hasil riset yang ada hanya sekitar 50-an kabupaten yang mendapatkan pendapatannya lebih tinggi dari provinsi, jadi tidak semua kabupaten/kota harus menetapkan UMK. Setiap tahunnya negara juga memberikan pengembangan di daerah yang minus, untuk mendongkrak daya jual belinya.

Setelah pemaparan materi dan sesi tanya jawab selesai, dilanjutkan dengan sesi  pemberian sertifikat dan souvenir berupa karikatur digital yang diberikan oleh  Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.M. kepada Bapak Robertus Bramantyo dan Ibu Lindawati Kartika, SE, M. Si yang sekaligus menutup acara Virtual Guest Lecture Series. Virtual Guest Lecture Series ditutup dengan foto bersama pembicara, moderator, dan peserta.

 

Translate »